Rantai distribusi sebuah barang pada umumnya melalui salah satu pintu yaitu pintu reseller. Fenomena banyak nya reseller bermunculan merupakan sebuah kesempatan sebuah produk akan lebih cepat dan banyak dikenal oleh masyarakat. Akan tetapi tidak semua reseller mempunyai prilaku yang baik, kooperatif, tanggungjawab, amanah dan jujur. Kadang keberadaannya masih simpangsiur antara sales sebuah barang atau wakil penjualan. Kebanyakan yang ditemui sebatas diberikan barang dengan harga tertentu serta dengan metode pembayaran yang telah disepakati bersama. Akan tetapi nanti jika ada macet pembayaran dikarenakan konsumen belum membayar dan lain sebagainya, maka pihak reseller seolah-olah berlepas tangan. Ini yang menjadi dilema dan perlu solusi agar tidak merugikan salah satu pihak.
Berikut kami ketengahkan beberapa prilaku reseller yang sepertinya perlu sebagai bahan evaluasi serta koreksi bersama agar keharmonisan hubungan kerjasama antara pihak produsen dengan pihak reseller tertap terjaga dengan baik, sehingga nilai manfaat nya tidak sekedar hanya untung dan untung, akan tetapi lebih dari itu.
Kurang Bertanggung Jawab
Kadang ditemui pihak pembeli melakukan apa yang di namakan cancel order dengan berbagai alasan. Ada yang alasannya masuk akal seperti sakit, ada tugas mendadak, mengalami musibah, ada bencana alam, dana terpakai untuk keperluan yang sangat penting,pembuatan kandang belum selesai, dan alasan lainnya. Ada juga alasan yang kurang masuk akal seperti sudah mendapatkan barang dari pihak lain, berubah rencana usaha, dana belum ada, dan alasan lainnya. Akhirnya pemesanan ke pihak produsen pun di cancel atau dibatalkan sepihak secara mendadak oleh pihak reseller. Pihak produsen pun kelabakan karena belum punya rencana cadangan untuk menjual barangnya. Mestinya hal ini tidak terjadi kalau pihak reseller melakukan konfirmasi orderan satu atau dua hari sebelum tanggal pengiriman barang serta mengupayakan mempunyai pembeli cadangan (waiting list order) karena bagaimanapun para pembeli cadangan untuk produk bibit ternak tidak siap setiap saat jika pengiriman bibit ternak nya secara mendadak, karena perlu persiapan kandang dan lain sebagainya.
Hanya Mau Untung
Banyak reseller yang menerima order dari konsumen hanya dengan modal kepercayaan, tanpa diikat dengan system pembayaran seperti ada DP langsung, pembayaran melalui pihak ke-3 atau lainnya. Kemudian pihak reseller memesan barang kepada pihak produsen dan pihak produsen akhirnya mengirimkan pesanan tersebut sesuai kuota dan tanggal pengiriman yang sudah di sepakati sebelumnya. Prahara terjadi ketika barang sudah dikirim dan pihak konsumen belum bisa membayar kiriman tersebut. Pihak reseller pun tidak mau menutup pembayaran tersebut (nalangi) karena tidak ada dana untuk itu atau dia sendiri tidak mau dananya nyantol pada orang lain. Akhirnya dana tidak terbayar lewat seminggu, tak terasa lewat sebulan, berbulan-bulan sampai berganti tahun. Pihak produsen pun akhirnya menjadi korban mal praktek pihak reseller yang mau untung sendiri.
Suka Berpindah Tempat
Pengamatan kami selanjutnya adalah masalah loyalitas. Loyalitas akan luntur seiring dengan tawaran barang yang ‘sama’ dari pihak lain dengan harga yang lebih murah. Tawaran harga yang lebih murah ini yang pada umumnya menyebabkan reseller berpindah mitra (produsen). Padahal bisa jadi mitra sebelum nya lah yang mengajari dari A-Z usaha yang sedang berjalan. Alasan lain berpindah tempat diantaranya adalah karena hutang sudah menumpuk pada mitra lama. Mungkin masih bisa di terima akal kalau berpindahnya karena barang dari produsen lain kualitas nya lebih baik meskipun dengan harga yang lebih mahal, tapi setidaknya dengan pihak produsen lama tidak meninggalkan rekam jejak yang kurang baik seperti catatan hutang, menjelekkan produk atau mempengaruhi konsumen. Reseller yang suka berpindah tempat (kutu loncat) tidak akan bertahan lama karena bagaimanapun tidak akan ada produsen yang sempurna 100%. Kalaupun ada kekurangan pihak mitra sebaiknya di sampaikan saran perbaikan, masukan-masukan, dan musyawarah untuk mencari solusi bersama.
Suka Mengatur Harga
Perilaku selanjutnya yang menurut kami kurang baik adalah menentukan harga dan system pembayaran. Seorang reseller kalau sudah sukses atau besar kadang berprilaku seperti ini yaitu menentukan harga dan mengatur system pembayaran sesuai keinginannya. Kalau kita cermati disini, hampir tidak ada modal sama sekali yang di keluarkan oleh pihak reseller. Bagaimana tidak, barang hanya di kasih oleh pihak produsen dengan harga yang ditentukan oleh pihak reseller, ditambah pula pihak reseller yang menentukan system bayar nya (DP, tempo, cash keras, cash lunak, CBD, COD, dll). Kalaupun system bayarnya cash maka konsekwensinya pihak produsen harus merelakan barangnya di beli dengan harga yang ‘murah’. Nada-nada ancaman tak jarang keluar kalau keinginan reseller tidak dipenuhi. Padahal menurut keumuman di masyarakat, produsen lah yang berhak menentukan harga.
Adu Domba Reseller
Prilaku ini mungkin jarang atau tidak banyak yang mengetahuinya. Sebagai ilustrasi kenyataan di lapangan, reseller A menyampaikan kepada pihak produsen bahwa reseller B begini dan begitu. Akhirnya tanpa kroscek pihak produsen memutus hubungan kerja dengan reseller B atau mengurangi jatah kuota barangnya dan mengalihkan kuota barang tersebut kepada reseller A. Atau kejadian sebaliknya yaitu reseller A menyampaikan kepada reseller B bahwa pihak produsen begini dan begitu. Akhirnya reseller B pun tidak mau ambil barang ke pihak produsen dan akhirnya reseller A dengan lenggang kangkung mengambil barang pihak produsen tanpa harus berbagi dengan reseller B.
Memanfaatkan Kesempatan
Seorang reseller yang hanya berorientassi pada untung dan untung biasanya mudah di tebak salah satunya dari prilaku memanfaatkan kesempatan. Ketika ada produk baru misal doc jenis baru atau ketika terjadi kelangkaan DOC atau monopoli merk-merk tertentu, atau barang edisi terbatas maka akan menjualnya dengan harga yang lumayan tinggi. Rasa empati kepada mitra atau peternak sudah ‘mati’ karena yang dipikirkan hanya kesempatan tidak datang dua kali. Aji mumpung dimanfaatkan sebaik-baiknya. Memang tidak ada salah menjual dengan harga tinggi, akan tetapi memanfaatkan ketidaktahuan orang lain untuk mengeruk keuntungan pribadi adalah hal yang kurang baik juga.
Memonopoli Usaha
Kerap terjadi di lapangan kegiatan monopoli usaha oleh pihak reseller. Bagaimana tidak, seorang reseller yang mulanya hanya menyediakan doc, kemudian merambah menyediakan pakan serta mengambil panenannya sekaligus. Kalau semua komponen di atas (bibit, pakan, panenan) dihargai dengan harga normal tentu tidak menjadi masalah, akan tetapi pada prakteknya bibit dan pakan melebihi harga pada umumnya, serta harga panenan di bawah harga pasaran. Akhirnya peternak hanya menjadi ‘sapi perahan’, sedangkan pihak reseller mendapatkan keuntungan 3 in 1 (bibit, pakan, dan panenan). Sebenarnya keberadaan reseller doc sekaligus yang memanen ayam sangat menguntungkan peternak kalau tidak ada monopoli usaha. Karena peternak terbantu dengan penjualan hasil produksi nya berupa ayam siap potong.
Tapi tidak semua reseller berprilaku demikian. Masih banyak prilaku reseller yang baik seperti melakukan pembayaran tepat waktu, bertanggung jawab, meminimalkan resiko cancel pesanan, loyal, menyadari resiko usaha, dan sebagainya. Tulisan ini hanya ingin menggugah hati nurani para reseller yang masih belum memahami akan posisinya. Harapannya para reseller sadar dan mempunyai empati kepada mitra kerjanya yaitu pihak produsen dan peternak sehingga produsen bisa tetap fokus memproduksi barang, usahanya tetap bisa bertahan serta terhindar dari berbagai masalah.*(S.Pt)